LEM MERETAS JALAN MENUJU IMPIAN: Sorotan (Bagian 1)

Foto: Ilustrasi
Hingga saat ini hampir semua upaya pemberdayaan masyarakat di perdesaan, senantiasa diikuti dengan pendirian kelompok-kelompok baru di desa dengan nama sesuai instansi pembinanya. Akibatnya, perkembangan jumlah kelompok di desa bagai “jamur  dimusim hujan”. Padahal, perkembangan jumlah kelompok semestinya diikuti dengan dinamika kelompok yang mengarah pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Kurangnya dinamika dalam kelompok disebabkan oleh kondisi antara lain:
1. Kelompok dibentuk menggunakan pendekatan yang sering dilatarbelakangi oleh target-target keproyekan yang bersifat jangka pendek, tidak kontinyu dan kurang mengakar di masyarakat sehingga ketika proyek selesai kelompok yang terbentuk lambat laun juga ikut bubar;
2. Kelompok dibentuk menggunakan pendekatan komoditas tertentu, akibatnya banyak petani yang menjadi rangkap kelompok;
3. Motivasi anggota yang ikut bergabung pada kelompok lebih didasarkan karena ingin mendapatkan insentif atau bantuan;
4. Kelompok yang dibentuk belum didukung dengan kekuatan swadaya masyarakat, sehingga kemandirian kelompok untuk mengatasi berbagai macam kesulitan ekonomi yang sifatnya mendesak masih belum terwujud;
5. Keputusan manajemen petani yang tergabung dalam kelompok berbeda-beda akibatnya posisi tawar petani dalam dunia usaha masih lemah;
6. Kelompok yang ada belum mampu menjadi outlet perbankan atau unit ekonomi yang berorientasi pasar dan berbasis pada sumber daya lokal
7. Kelompok yang ada belum sepenuhnya siap dan memahami dalam menerima program/bantuan yang diluncurkan Pemerintah, akibatnya banyak program/bantuan kurang memberikan manfaat, baik bagi anggota kelompok maupun masyarakat di sekitarnya;
8. Bantuan yang diberikan cenderung hanya dinikmati oleh pihak manajemen kelompok dan orang-orang dekatnya saja;

Berbagai pola dan kondisi kelembagaan petani diatas secara umum ternyata belum mampu mengatasi berbagai persoalan di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan kearifan seluruh pihak untuk merumuskan konsep penguatan kelembagaan yang dapat menjadi model untuk membangun kesejahteraan masyarakat desa.

Pada umumnya persoalan-persoalan di bidang pertanian selama ini yang menjadikan pertanian terpuruk salah satunya disebabkan karena petani cenderung bekerja dan bertindak secara sendiri-sendiri. Padahal, kalau petani melembaga, tidak ada sebenarnya produk pertanian yang tidak laku di pasaran. Untuk itu, awal dari rencana penguatan kelembagaan yang paling mendasar adalah bagaimana daya saing produk-produk pertanian dalam arti luas bisa meningkat. Kalau kelembagaan dibangun dilandasi dengan komitmen kuat diantara petani dan tdak terpengaruh dengan pihak-pihak lain yang ingin merusak, apapun yang dihasilkan akan bernilai.  Disisi lain diperlukan transformasi petani dari yang semula hanya berorientasi produksi dengan menghasilkan produk primer menjadi petani yang berorientasi pasar yang mampu mengolah aneka produk perkebunan yang memenuhi SNI guna memasok permintaan pasar tertentu. 

Industri pengolahan tidak dibangun di sentra konsumen, tetapi dikembangkan di desanya sendiri dalam wadah perusahaan masyarakat.  Selama ini setiap petani harus mengolah sendiri hasil perkebunannya, apakah dari kelapa menjadi kopra atau buah kakao menjadi biji kakao kering. Akibatnya mutu produk perkebunan di setiap desa beragam antara  hasil dari petani satu dengan yang lain.  Demikian pula dalam hal pemasarannya, setiap petani cenderung menjual hasil perkebunannya sendiri-sendiri sehingga dengan jumlah produk yang terbatas dengan mutu yang beragam, posisi tawar petani menjadi semakin lemah.

Untuk mengatasi persoalan pola kelembagaan selama ini diperlukan upaya penguatan kelembanggan petani dalam wadah Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM). Melalui wadah LEM (BACA JUGA PROFIL LEM) dengan kekuatan modal swadaya yang dihimpun dari seluruh warga desa dan didukung berbagai bantuan permodalan dari institusi terkait akan mampu menggerakkan bisnis di tingkat desa. Setiap petani tidak perlu melakukan kegiatan pengolahan sendiri-sendiri. Hasil perkebunan dari seluruh masyarakat desa dapat langsung dijual kepada unit usaha LEM, sehingga dapat diolah sekaligus dalam skala yang lebih besar dan dapat dihasilkan mutu produk yang memenuhi standar.

Pengembangan agroindustri pedesaan melalui pola LEM akan diperoleh berbagai efisiensi dan nilai tambah.   Untuk penanganan pasca panen dan pengolahan kelapa misalnya, petani kelapa langsung menjual buah kelapanya kepada LEM selanjutnya diolah sekaligus dengan pengolahan terpadu untuk menghasilkan berbagai produk sesuai permintaan pasar.   Dengan demikian berbagai efisiensi dan nilai tambah yang diperoleh antara lain:
Dapat menghasilkan beberapa produk tertentu dengan kapasitas yang lebih besar dan mutunya seragam, sehingga harganya lebih bersaing.
Seluruh hasil ikutannya berupa sabut, tempurung, air kelapa dan ampas kelapanya terkumpul dan dapat diproses untuk menghasilkan berbagai produk yang bernilai ekonomis
Pemasaran produknya akan lebih mudah bila dibanding dengan memasarkan produk dalam jumlah sedikit dan mutunya beragam.  Dapat memanfaatkan fasilitas pasar lelang yang dilaksanakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Petani segera menerima pembayaran harga penjualan hasil perkebunannya, karena hasilnya langsung dijual kepada perusahaannya sendiri dan dari keuntungan kegiatan pengolahan dan pemasaran yang dilakukan oleh LEM akan diperhitungkan kembali sebagai sisa hasil usaha (SHU).  
Dari sisi bantuan, baik fisik maupun modal usaha LEM dapat mengelola secara profesional dan pemanfaatannya dirasakan langsung seluruh warga masyarakat desa yang merupakan anggota LEM.  

Dalam konsep LEM, kekuatan lembaga dibangun berdasarkan swadaya masyarakat, yakni setiap kepala keluarga berinvestasi dengan menyimpan simpanan pokok sebesar Rp. 1.000.000,- dan simpanan wajib Rp. 10.000,-. Bila jumlah warga desa yang bergabung dalam LEM mencapai 250 s/d 300 KK berarti dapat penitipan dana swadaya masyarakat per desa sekitar 200 s/d 300 juta.  Dana swadaya ini diperuntukkan khusus sebagai modal simpan pinjam guna mengatasi persoalan-persoalan ekonomi dan kebutuhan mendesak  di masyarakat yang seringkali dimanfaatkan oleh pemilik modal (rentenir) dengan bunga yang sangat tinggi, sedangkan untuk pengembangan usaha dapat memanfaatkan fasilitas perbankan dan bantuan pemerintah maupun swasta. 

Demikian sorotan kali ini semoga LEM MERETAS JALAN MENUJU IMPIAN “terwujudnya daya saing dan kemandirian petani dan warga desa” 
Salam BATiK..!! 

Gant

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "LEM MERETAS JALAN MENUJU IMPIAN: Sorotan (Bagian 1)"

Posting Komentar

Terima Kasih atas kunjungan dan komentarnya

Tag Terpopuler