Menguak “Misteri” Korporasi Petani: Sebuah Tinjauan Analisis


Foto: Ilustrasi by win
Diawal tulisan ini mungkin pembaca akan dihadapkan dengan judul yang terkesan aneh. Tapi, sebenarnya judul diatas hanya pemanis yang sengaja dibuat agar menimbulkan efek kejut bagi pembaca yang harapannya pembaca tertarik untuk mengetahui lebih lanjut judul aneh diatas? Hal ini bukan sekedar mencari pembenaran terhadap keanehan judul di atas, akan tetapi didasarkan pada kondisi riil saat ini animo publik khususnya generasi muda cenderung mengalami penurunan atau minat baca mereka berkurang terutama bacaan-bacaan yang berkaitan dengan dunia pertanian, padahal kata bijak mengatakan “membaca membuka cakrawala berpikir”, “membaca memperkaya ilmu dan memperluas imajinasi”, "membaca adalah napas hidup dan jembatan emas ke masa depan."

Untuk lebih memudahkan, maka tulisan ini dikemas menggunakan pola Q/A (Qustion/Answer) atau tanya-jawab dimana seolah-olah mengesankan telah terjadi wawancara padahal sesungguhnya baik pertanyaan maupun jawaban merupakan tinjauan analisis berdasarkan perspektif penulis. Nah, seperti apakah “misteri” korporasi petani dimaksud? Silahkan simak ulasannya dibawah, jangan lupa siapkan secangkir kopi dan snack agar membacanya tidak garing hehehe..!

Tanya: Bagaimana asal muasal sehingga ada isitilah korporasi petani yang kemudian jagad pertanian ramai memperbincangkan korporasi petani?

Jawab: Korporasi petani pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo dalam Ratas Kabinet Kerja pada tanggal 12 September 2017. Presiden menekankan pentingnya penumbuhan dan pengembangan korporasi petani sebagai landasan peningkatan kesejahteraan petani. Arahan Presiden Jokowi tersebut ditindaklanjuti oleh Kementerian Pertanian. Pada tanggal 18 April 2018, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman secara resmi menetapkan Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani melalui Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 18/PERMENTAN/RC.040/4/2018. Di periode kedua Presiden Jokowi kembali menegaskan bahwa salah satu tugas utama Menteri Pertanian adalah mengkorporasikan petani. Hal itu disampaikan saat mengumumkan dan memperkenalkan Dr. Syahrul Yasin Limpo, S.H., M.H. sebagai Menteri Pertanian pada Kabinet Indonesia Maju 2019-2024.

Tanya: Apa itu korporasi petani?

Jawab: Pertanyaan apa itu korporasi petani, hendaknya dipandang dua bagian dalam satu pertanyaan. Pertama, pengertian korporasi itu sendiri, jika merujuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia korporasi adalah badan usaha yang sah; badan hukum; perusahaan atau badan usaha yang sangat besar atau beberapa perusahaan yang dikelola dan dijalankan sebagai satu perusahaan besar. Kata corporate biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah perusahaan besar atau induk perusahaan. Artinya, perusahaan tersebut merupakan perusahaan inti yang memiliki bermacam-macam anak perusahaan di bawahnya. Korporasi biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah perusahaan yang besar, memiliki banyak anak perusahaan, sudah berdiri lama, terbukti tangguh, dan telah memberikan keuntungan yang besar. Kedua, untuk mendefinisikan korporasi petani sebaiknya merujuk pada regulasi di Kementerian Pertanian, yaitu Undang Undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani; Undang Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; serta Permentan Nomor 82/2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gapoktan. Ternyata berdasarkan regulasi tersebut belum dikenal isitlah korporasi petani, akan tetapi hanya mengenal istilah Kelembagaan Petani, Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) dan Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Nah, setelah adanya Permentan Nomor 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani barulah kemudian termaktub kata korporasi.

Jadi, sesungguhnya apa yang disebut dengan korporasi petani,  pada dasarnya itulah KEP atau BUMP. Hal Ini diperjelas dalam Permentan Nomor 18 tahun 2018, BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa Korporasi Petani adalah Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani. Jadi sekali lagi, menurut penulis koprorasi petani ya KEP atau BUMP, badan hukumnya bisa koperasi atau perusahaan.

Tanya: Apakah ada manfaat yang bisa diperoleh bila pendekatan korporasi petani yang telah ramai diperbincangkan di jagad pertanian saat ini dijalankan?

Jawab: Tentu manfaatnya ada. Akan tetapi dengan catatan apabila pendekatan korporasi ini memang benar-benar mau dijalankan secara serius dan sungguh sungguh dalam tindakan atau aksi nyata, maka setidaknya beberapa manfaat yang dapat diperoleh. Dengan adanya korporasi petani dapat menghilangkan ego sektoral dan pola pembangunan segmental yang selama ini menjadi kendala dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani. Kesan yang muncul dipermukaan ketika berbicara petani maka ini hanya menjadi domain dari Kementan sedangkan kementerian lain bukan menjadi suatu keharusan untuk memberikan perhatian dan dukungan kepada petani. Nah.., dengan adanya korporasi petani tidak lagi menjadi milik satu kementerian, akan tetapi ia akan menjadi milik semua pihak. Bukan milik Kementerian A atau B, tapi milik petani. Semua Kementerian/Lembaga di Pusat dan SKPD di Provinsi dan Kabupaten antri mau melakukan apa, memberikan ide apa dan dukungan apa dipersilahkan, karena yang punya korporasi adalah petani, itu sebabnya disebut korporasi petani.

Manfaat lain dengan adanya korporasi petani dapat mengubah mindset petani yang sudah mengakar, antara lain pola pikir mengharap bantuan dari pemerintah yang justru pola pikir demikian ini tanpa disadari menjauhkan petani dari keberdayaan. Petani di abad 21 atau era digital 4.0, kolotnial maupun milenial, seharusnya tidak lagi berfikir tanam-petik-jual akan tetapi dukung dengan inovasi dan mekanisasi agar menguasai pertanian dari hulu ke hilir sebagai bisnis bukan sekadar bertani. Jadi, sudah bukan lagi jamannya petani bekerja dan berusaha tani sendiri-sendiri tapi harus berjamaah.

Dengan adanya korporasi petani, maka organisasi petani tidak lagi hanya sebatas desa, tapi lebih besar dan lebih tinggi. Setidaknya satu korporasi bekerja pada level kecamatan. Sebelumnya kita hanya mengenal kelompok tani dan Gapoktan di level desa. Akan tetapi, bagaimana keatas nya? Belum terpikirkan. Nah, saatnya kita memikirkan dan melakukan aksi nyata bagaimana satu kelembagaan ekonomi petani berhubungan dengan satu kelembagaan ekonomi petani lainnya. Kenapa harus demikian? Karena fakta yang ada bahwa sebagian besar kelompok tani dan Gapoktan yang ada saat ini keberadaanya lebih untuk menyalurkan bantuan. Masih sebatas fungsi administratif. Ada stempel kelompok, semua legal dan siklus ini terus berulang dari waktu ke waktu. Nah keberadaan korporasi petani hendaknya dijadikan momentum untuk mendobrak pola konvensional yang terbukti belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan  petani.

Bila merujuk pada Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani di Kawasan Pertanian yang diterbitkan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian RI disitu juga kita bisa menemukan tujuan dari penumbuhan dan pengembangan korporasi petani, antara lain: (1) meningkatkan kapasitas petani dan kelembagaan petani; (2) memperkuat sistem usaha tani; (3) mendorong adopsi inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian yang maju, mandiri dan modern; (4) memperkuat kapasitas petani dalam mengakses informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, prasarana, sarana, pembiayaan, pengolahan dan pemasaran; (5) meningkatkan daya saing usaha, komoditas, dan wilayah pertanian; (6) meningkatkan nilai tambah hasil pertanian; dan (7) meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani.

Tanya: Kalau begitu, apakah sama korporasi dengan Corporate Farming ?

Jawab: ohh…sangat beda Bro. corporate farming itu bermain di onfarm sedangkan  korporasi bermain di off farm. Jadi maksudnya begini, ketika korporasi ada, ia tidak mengganggu gugat urusan petani di lahan. Petani silakan mau mengerjakan apa di lahannya, mau melakukan pembibitan, mencangkul, menanam, memangkas menyemprot, panen, jual, silahkan karena itu adalah urusan petani. Perlu dicatat korporasi melayani petani. Korporasi adalah wujud dari mimpi petani selama ini,  mimpi yang rutin setiap malam mendatangi petani adalah bagaimana caranya dapatkan bibit yang berkualitas dan tepat waktu, bagaimana bisa dapat pupuk murah, bagaimana setelah panen harga jual tinggi dan tidak dipermainkan tengkulak.

Konkritnya, jika agribisnis kita bagi tiga yakni input, proses, dan output, maka petani di proses sedangkan korporasi bermain di input dan output yaitu menyediakan bibit dan pupuk yang berkualitas dan murah serta membeli hasil petani dengan harga yang layak. Jika demikian, betapa indahnya niat korporasi dan tentu tidak akan ada petani yang menolak untuk bekerja dan berusaha tani secara berjamaah.

Tanya: Berarti dalam hal ini untuk pengembangan korporasi petani sesuai yang diharapkan harus ada mitra dong?

Jawab: Ya, harus. Karena upaya pengembangan korporasi petani harus melihat terlebih dahulu atau perlu dilakukan identifikasi pasar, apakah mitra atau saluran pemasaran yang menjamin produk kita tersedia dan diterima. Itu sebabnya dalam mengawal korporasi petani juga diperlukan generasi millenial yang responsif terhadap teknologi dan sense of bussiness sehingga roda korporasi bisa berjalan sesuai yang diharapkan.

Tanya: Pendekatan apa yang dipakai untuk mengkorporasikan petani? Bukankah mengajak orang bersatu (petani) dalam sebuah kelembagaan tidak sesederhana yang kita bayangkan?

Jawab: Pertanyaan ini mirip dengan yang disampaikan oleh Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementan Sudi Mardianto ketika dalam rapat terbatas, Presiden Jokowi menanyakan kapan realisasi korporasi petani ini bisa terwujud setelah bertahun-tahun tak kunjung terlaksana. Menurut Sudi Mardianto, penyebab lambatnya realisasi pembentukan korporasi petani adalah karena tidak mudah mengajak petani beradaptasi dalam manajemen korporasi (Sumber: detikcom, Selasa (6/10/2020). Pertanyaan tersebut sungguh akan terjawab bila ada political will dari pihak yang diberi tanggung jawab untuk meneropong secara detil Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) yang dapat menjadi cikal bakal terealisasinya korporasi petani yang menjadi pertanyaan Presiden Jokowi.

Pada dasarnya Kementan RI tahun 2018 telah mengembangkan pilot project kawasan pertanian berbasis korporasi petani di beberapa lokasi salah satunya di kabupaten Kolaka Timur dengan komoditi kakao. Namun, entah mengapa daerah yang telah menjadi pilot project ini kurang mendapat perhatian sebagai upaya merealisasi apa yang menjadi keinginan mulia dari Presiden Jokowi. Padahal di kabupaten Kolaka Timur terdapat kelembagaan ekonomi petani yang dapat mempelopori lahirnya korporasi petani dimana keanggotaannya berdasarkan pendekatan warga/kepala keluarga.

Tanya: Oh ya? Apa Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) yang dimaksud sehingga bisa berkesimpulan kelembagaan tersebut dapat mempelopori lahirnya korporasi petani?

Jawab: Hhmm…? Pertanyaan yang menarik, bahwa Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) yang kami maksud adalah Lembaga Ekonomi Masyarakat disingkat LEM dan kenapa kami berkesimpulan bahwa LEM dapat mempelopori lahirnya korporasi petani? Mari dengan hati dan kepala dingin kita melepaskan bingkai-bingkai dalam pikiran kita namun dengan satu pendekatan atau bingkai yang sama tanpa mempersoalkan nama LEM dan siapa penggagasnya, akan tetapi kita mengacu pada pengertian korporasi petani berdasarkan Permentan Nomor 18 tahun 2018, BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa Korporasi Petani adalah Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani. Nah, Lembaga Ekonomi Masyarakat di Kolaka Timur dan 11 kabupaten lain di Sultra pada prinsipnya telah memenuhi unsur pasal 1 ayat 2 dari Permentan Nomor 18 tahun 2018.  Mari kita breakdown..! LEM hanyalah sebuah nama, namun ia pada dasarnya Kelembagaan Ekonomi Petani yang telah berbadan hukum koperasi dengan naman Koperasi LEM Kabupaten Kolaka Timur dan beranggotakan 23 LEM di tingkat desa. Kemudian di Permentan tersebut dikatakan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani, maka dapat kami katakan di Lembaga Ekonomi Masyarakat modal bukan sebagian besar lagi dimiliki oleh petani akan tetapi seluruhnya atau 100 persen modal diadakan secara swadaya oleh petani dan atau warga desa yang tergabung dalam LEM tingkat desa sebesar satu juta rupiah per kepala keluarga. Jadi sudah sangat jelas bahwa Kelembagaan Ekonomi Petani di Sultra (LEM) telah memenuhi unsur pasal 1 ayat 2 dari Permentan Nomor 18 tahun 2018.

Jika diatas kita menggunakan pendekatan konseptual dengan mengacu pada  Permentan Nomor 18 tahun 2018 tentang alasan mengapa LEM bisa menjadi pelopor lahirnya korporasi petani, maka secara teknis LEM juga dapat menjadi pelopor lahirnya korporasi petani.

Mari kita merujuk pada 7 Prinsip Dasar Korporasi Petani yang tertuang dalam Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani di Kawasan Pertanian yang diterbitkan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian RI, antara lain: (1) Gotong royong. Korporasi petani diselenggarakan dengan nilai-nilai dan semangat tolong menolong dan kemitraan antar para pihak. Prinsip ini sejalan dengan yang ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat dimana kegotong royongan tidak saja dalam aktivitas bisnis seperti yang terjadi pada tahun 2012 saat mereka bermitra dengan pembeli biji kakao PT. Bumi Tangerang, mereka bahu membahu mengumpulkan biji kakao di setiap desa untuk memenuhi permintaan mitra, namun dalam kehidupan sosial kegotong-royongan tetap terpelihara misalnya ketika ada anggotanya yang tertimpa musibah, anggota lain turut bersimpatik dengan mengulurkan bantuan dan hal ini juga telah diatur dalam AD/ART Lembaga.

(2) Keadilan rakyat. Korporasi petani diselenggarakan untuk sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan petani dengan mengutamakan mereka yang kurang sejahtera atau berpendapatan rendah secara adil dan merata. Di Lembaga Ekonomi Masyarakat, prinsip ini diaktulisasikan dalam bentuk pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) secara adil dan proporsional berdasarkan perhitungan berbasis komputerisasi. Meski demikian, kami tidak mengatakan bahwa dengan pembagian SHU tersebut telah terjadi peningkatan kesejahteraan karena hal tersebut juga dipengaruhi oleh variabel lain. Tapi paling tidak, prinsip keadilan telah dijalankan di Lembaga Ekonomi Masyarakat.

(3) Kemandirian. Korporasi petani diselenggarakan untuk mewujudkan rumah tangga tani yang berdaulat dan mampu meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya dengan kekuatan sendiri. Prinsip ini sudah sejalan dengan visi  Lembaga Ekonomi Masyarakat, yakni terwujudnya petani yang mandiri dan berdaya saing. Secara teknis prinsip ini telah dibuktikan dengan tidak diterimanya tawaran pinjaman dari salah satu bank di Sultra yang mana oleh pengurus melihat bahwa besarnya pinjaman yang ditawarkan tidak akan memberikan multiplayer efek terhadap aktivitas usaha mereka. Kondisi ini sangat jarang ditemukan dimana petani secara transparan menolak tawaran pinjaman. Keadaan ini sekaligus juga mengindikasikan bargaining position petani sudah mulai ditunjukkan.

(4) Layak secara ekonomi. Korporasi petani dibangun agar layak secara finansial dari segi usaha serta meningkatkan nilai tambah ekonomi dan daya saing pertanian wilayah. Prinsip ini sudah sejalan dengan sistim yang ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat sebagaimana telah diterangkan pada poin sebelumnya ketika secara ekonomi tidak layak atau kurang menguntungkan mereka dengan tegas menolak.

(5) Profesionalisme. Korporasi petani dikelola oleh petani secara profesionalisme dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen modern. Prinsip ini sudah sejalan dengan prinsip yang dibangun oleh Lembaga Ekonomi Masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan administrasi dan pengelolaan keuangan yang menjadi potensi utama terjadinya konflik antar pengurus dan anggota telah diantisipasi sedini mungkin melalui sistem pelaporan keuangan berbasis komputerisasi sesuai standart perbankan. Pengurusnya dilatih agar secara profesional dapat mengoperasikan sistem pelaporan berbasis komputer yang nantinya laporan akan disampaikan pengurus pada saat pelaksanaan RAT. Bahkan beberapa pengurusnya telah menjadi fasilitator yang bertugas memfasilitasi pelatihan administrasi dan pelaporan keuangan berbasis komputer.

(6) Inovasi teknologi. Korporasi petani dibangun berbasis ilmu dan teknologi modern. Prinsip ini secara bertahap mulai dijalankan di Lembaga Ekonomi Masyarakat, hal ini dapat dilihat dengan adanya pembuatan pupuk organik dengan semangat kegotong royongan dapat memproduksi pupuk organik setidaknya untuk memenuhi kebetuhan petaninya.

(7) Berkelanjutan. Korporasi petani dibangun berdasarkan prinsip layak secara ekonomi, diterima secara sosial, dan ramah lingkungan. Prinsip berkelanjutan menjadi hal yang diutamakan di Lembaga Ekonomi Masyarakat. Hal ini dibuktikan ada atau tidak adanya program/kegiatan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah keberadaan lembaga ini tetap jalan. Perlu dicatat bahwa salah satu alasan kuat mengapa kelembagaan ini difasilitasi karena berdasarkan pengalaman, tidak sedikit kelembagaan yang dibentuk hanya pada saat akan menerima proyek/kegiatan/program namun setelah program atau proyek berakhir maka kelembagaan tersebut pun ikut menghilang. Itu sebabnya diawal proses fasilitasi pendiriannya hal utama yang menjadi penekanan adalah lembaga harus berkelanjutan.

Nah, dari 7 Prinsip Dasar korporasi petani yang tertuang dalam Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani, semuanya telah ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat namun ada prinsip yang ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat tapi belum ada di prinsip dasar korporasi petani. Padahal prinsip ini sangat penting agar senapas dengan definisi korporasi petani yang tertuang dalam Permentan Nomor 18 tahun 2018, yakni “…sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani.” Unsur ini dapat dimaknai berupa prinsip keswadayaan dimana telah menjadi ciri khas Lembaga Ekonomi Masyarakat mengajak warga untuk berinvestasi secara swadaya sebesar satu juta rupiah per KK.

Hal lain yang menjadi pertimbangan mengapa Lembaga Ekonomi Masyarakat dapat menjadi pelopor lahirnya korporasi petani yang ideal sesuai harapan Presiden Jokowi karena Lembaga Ekonomi Masyarakat menganut prinsip asas demokrasi, dimana proses pemlihan pengurusnya dilakukan secara transparan dihadapan rapat anggota yang dihadiri oleh warga desa setempat layaknya pemilihan kepala desa.

Oleh karenanya, jika kita benar-benar ingin mewujudkan apa yang menjadi harapan Presiden Jokowi dan juga menjadikan korporasi petani ini sebagai cita-cita bersama mewujudkan petani sejahtera, mandiri dan berdaya saing maka diperlukan Kelembagaan Ekonomi Petani yang memiliki prinsip-prinsip dasar korporasi petani sebagaimana telah diterangkan diatas. Jadi, titik kritiknya adalah apapun nama kelembagaan ekonomi petani, mau ia namanya Poktan, Gapoktan, BUMP, LEM bukan menjadi persoalan untuk mempelopori lahirnya sebuah sistem korporasi petani, intinya kelembagaan itu nantinya diharapkan dapat  mengorkestra korporasi petani yang kita harapkan bersama.

Tanya: Apakah 7 Prinsip Dasar korporasi petani yang tertuang dalam Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani di Kawasan Pertanian sudah semua dijalankan oleh Lembaga Ekonomi Masyarakat?

Jawab: Loh.., kan sudah dijelaskan diatas, bahwa  dari 7 Prinsip Dasar korporasi petani yang tertuang dalam Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani, semuanya telah ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat namun ada beberapa prinsip yang ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat tapi belum ada di prinsip dasar korporasi petani.

Tanya: Maksudnya gini, apakah semua LEM di Sultra yang telah terbentuk sudah berjalan baik sesuai yang diharapkan sehingga yakin dan optimis lembaga ini dapat menjadi pelopor lahirnya korporasi petani?

Jawab: Ohh…, kalau pertanyaanya sudah berjalan baik sesuai yang diharapkan tentu belum bisa dikatakan seperti itu. Karena masih perlu terus dilakukan pembinaan dan pendampingan.  Nah, pendampingan disini terkadang kita terlalu menyederhanakan, hanya sebatas pendampingan pelaksanaan kegiatan tapi tidak pernah terpikirkan bagaimana melakukan pendampingan sampai pada proses pemasaran. Artinya, kita diharapkan mampu mengedukasi dan mendampingi bahkan memfasilitasi pasar atau mitra sebagai proses akhir dari suatu aktivitas usaha yang dijalankan petani/kelompok. Dengan begitu produk yang dihasilkan petani menjadi terjamin karena adanya ketersediaan pasar tadi.

Untuk itulah diperlukan identifikasi dan pemetaan kelas kemampuan LEM agar pola pembinaan lebih fokus dan tepat sasaran. Jadi nantinya ada great atau kategori kelas kemampuan LEM sehingga nantinya ada treatment atau perlakuan pola pembinaan dan pendampingan antar LEM yang satu dengan lainnya disesuaikan dengan karakteristik potensi dan permasalahan yang ada di kelembagaannya. Misalnya, kelas kemampuan LEM kategori A tentu tidak sama pembinaan dan pendampingan serta dukungan fasilitas yang diberikan dengan LEM kategori B, C atau D.

Tapi, balik ke pertanyaan diatas bahwa mengapa begitu optimis lembaga ini dapat menjadi pelopor lahirnya korporasi petani, ya karena 7 Prinsip Dasar korporasi petani yang tertuang dalam Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani, semuanya telah ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat. Bukankah prinsip itu adalah sesuatu yang mendasar? Nah, kalau sesuatu yang mendasar telah terpenuhi lalu apa lagi yang menjadi keraguan? Silahkan renungkan…?

Yang pasti apa yang menjadi penyebab lambatnya realisasi pembentukan korporasi petani karena tidak mudah mengajak petani untuk berkorporasi seperti yang disampaikan Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementan melalui Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) hal itu dapat diatasi. Tapi perlu dicatat ya, bahwa nama LEM bukan menjadi keharusan, tapi ia hanya menjadi trigger agar terwujudnya korporasi petani. Sekali lagi mau namanya apa bukan jadi persoalan tapi bagaimana prinsip-prinsip korporoasi yang telah ditetapkan Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani dapat dijiwai oleh kelembagaan ekonomi petani yang telah ada, disitu poinnya..!

Tanya: Dari uraian-uraian diatas, saya kok tidak menemukan “Misteri” dari Korporasi Petani sehingga perlu diungkap?

Jawab: Ya,memang TIDAK ADA MISTERI kok hehehe…, misteri itu kan identik dengan sesuatu yang MENGERIKAN. Nah, apa yang mengerikan dari korporasi petani? Tidak ada kan, justru Korporasi petani ini adalah upaya luhur nan mulia dari Pemerintah bagaimana memikirkan petani bisa lebih sejahtera dan Pertanian Indonesia bisa lebih maju mandiri dan berdaya saing.

Jadi penggunaan kata misteri pada judul diatas, sekali lagi hanyalah hanya pemanis yang sengaja dibuat. Bila efek kejut terjadi ia pasti akan membaca sampai akhir karena ingin memastikan dengan benar, apa dan dimana sih misteri korporasi petani dimaksud? Tapi bila efek kejutnya sudah tidak berfungsi, mungkin ia akan lebih memilih nonton sinetron atau baca komik.

Sekian dan terima kasih, sampai jumpa di misteri berikutnya hehehe…!!

Gant

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Menguak “Misteri” Korporasi Petani: Sebuah Tinjauan Analisis"

Tag Terpopuler