Menguak “Misteri” Korporasi Petani: Sebuah Tinjauan Analisis
Foto: Ilustrasi by win |
Untuk
lebih memudahkan, maka tulisan ini dikemas menggunakan pola Q/A
(Qustion/Answer) atau tanya-jawab dimana seolah-olah mengesankan telah terjadi
wawancara padahal sesungguhnya baik pertanyaan maupun jawaban merupakan
tinjauan analisis berdasarkan perspektif penulis. Nah, seperti apakah “misteri”
korporasi petani dimaksud? Silahkan simak ulasannya dibawah, jangan lupa
siapkan secangkir kopi dan snack agar membacanya tidak garing hehehe..!
Tanya:
Bagaimana asal muasal sehingga ada isitilah korporasi petani yang kemudian jagad
pertanian ramai memperbincangkan korporasi petani?
Jawab: Korporasi
petani pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo dalam Ratas Kabinet Kerja
pada tanggal 12 September 2017. Presiden menekankan pentingnya penumbuhan dan
pengembangan korporasi petani sebagai landasan peningkatan kesejahteraan
petani. Arahan Presiden Jokowi tersebut ditindaklanjuti oleh Kementerian
Pertanian. Pada tanggal 18 April 2018, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman
secara resmi menetapkan Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis
Korporasi Petani melalui Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
18/PERMENTAN/RC.040/4/2018. Di periode kedua Presiden Jokowi kembali menegaskan
bahwa salah satu tugas utama Menteri Pertanian adalah mengkorporasikan petani.
Hal itu disampaikan saat mengumumkan dan memperkenalkan Dr. Syahrul Yasin
Limpo, S.H., M.H. sebagai Menteri Pertanian pada Kabinet Indonesia Maju
2019-2024.
Tanya: Apa itu korporasi petani?
Jawab: Pertanyaan
apa itu korporasi petani, hendaknya dipandang dua bagian dalam satu pertanyaan.
Pertama, pengertian korporasi itu sendiri, jika merujuk dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia korporasi adalah badan usaha yang sah; badan
hukum; perusahaan atau badan usaha yang sangat besar atau beberapa perusahaan
yang dikelola dan dijalankan sebagai satu perusahaan besar. Kata corporate
biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah perusahaan besar atau induk
perusahaan. Artinya, perusahaan tersebut merupakan perusahaan inti yang
memiliki bermacam-macam anak perusahaan di bawahnya. Korporasi biasa digunakan
untuk menggambarkan sebuah perusahaan yang besar, memiliki banyak anak
perusahaan, sudah berdiri lama, terbukti tangguh, dan telah memberikan keuntungan
yang besar. Kedua, untuk mendefinisikan korporasi petani
sebaiknya merujuk pada regulasi di Kementerian Pertanian,
yaitu Undang Undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan
Petani; Undang Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan; serta Permentan Nomor 82/2013 tentang Pedoman
Pembinaan Kelompok Tani dan Gapoktan. Ternyata berdasarkan regulasi tersebut belum
dikenal isitlah korporasi petani, akan tetapi hanya mengenal istilah Kelembagaan
Petani, Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) dan Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Nah,
setelah adanya Permentan Nomor 18/Permentan/RC.040/4/2018 tentang Pedoman
Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani barulah kemudian termaktub
kata korporasi.
Jadi,
sesungguhnya apa yang disebut dengan korporasi petani, pada dasarnya itulah KEP atau BUMP. Hal Ini
diperjelas dalam Permentan Nomor 18 tahun 2018, BAB I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 2, disebutkan bahwa Korporasi Petani adalah Kelembagaan Ekonomi Petani
berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan sebagian besar
kepemilikan modal dimiliki oleh petani. Jadi sekali lagi, menurut penulis koprorasi
petani ya KEP atau BUMP, badan hukumnya bisa koperasi atau perusahaan.
Tanya: Apakah
ada manfaat yang bisa diperoleh bila pendekatan korporasi petani yang telah
ramai diperbincangkan di jagad pertanian saat ini dijalankan?
Jawab: Tentu
manfaatnya ada. Akan tetapi dengan catatan apabila pendekatan korporasi ini memang
benar-benar mau dijalankan secara serius dan sungguh sungguh dalam tindakan
atau aksi nyata, maka setidaknya beberapa manfaat yang dapat diperoleh. Dengan
adanya korporasi petani dapat menghilangkan ego sektoral dan pola pembangunan segmental
yang selama ini menjadi kendala dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani.
Kesan yang muncul dipermukaan ketika berbicara petani maka ini hanya menjadi
domain dari Kementan sedangkan kementerian lain bukan menjadi suatu keharusan
untuk memberikan perhatian dan dukungan kepada petani. Nah.., dengan adanya
korporasi petani tidak lagi menjadi milik satu kementerian, akan tetapi ia akan
menjadi milik semua pihak. Bukan milik Kementerian A atau B, tapi milik petani.
Semua Kementerian/Lembaga di Pusat dan SKPD di Provinsi dan Kabupaten antri mau
melakukan apa, memberikan ide apa dan dukungan apa dipersilahkan, karena yang
punya korporasi adalah petani, itu sebabnya disebut korporasi petani.
Manfaat
lain dengan adanya korporasi petani dapat mengubah mindset petani yang sudah
mengakar, antara lain pola pikir mengharap bantuan dari pemerintah yang justru
pola pikir demikian ini tanpa disadari menjauhkan petani dari keberdayaan. Petani
di abad 21 atau era digital 4.0, kolotnial maupun milenial, seharusnya tidak
lagi berfikir tanam-petik-jual akan tetapi dukung dengan inovasi dan mekanisasi
agar menguasai pertanian dari hulu ke hilir sebagai bisnis bukan sekadar
bertani. Jadi, sudah bukan lagi jamannya petani bekerja dan berusaha tani
sendiri-sendiri tapi harus berjamaah.
Dengan
adanya korporasi petani, maka organisasi petani tidak lagi hanya sebatas desa,
tapi lebih besar dan lebih tinggi. Setidaknya satu korporasi bekerja pada level
kecamatan. Sebelumnya kita hanya mengenal kelompok tani dan Gapoktan di level
desa. Akan tetapi, bagaimana keatas nya? Belum terpikirkan. Nah, saatnya kita
memikirkan dan melakukan aksi nyata bagaimana satu kelembagaan ekonomi petani berhubungan
dengan satu kelembagaan ekonomi petani lainnya. Kenapa harus demikian? Karena fakta
yang ada bahwa sebagian besar kelompok tani dan Gapoktan yang ada saat ini
keberadaanya lebih untuk menyalurkan bantuan. Masih sebatas fungsi
administratif. Ada stempel kelompok, semua legal dan siklus ini terus berulang
dari waktu ke waktu. Nah keberadaan korporasi petani hendaknya dijadikan
momentum untuk mendobrak pola konvensional yang terbukti belum memberikan
dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan
petani.
Bila
merujuk pada Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani di Kawasan
Pertanian yang diterbitkan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian RI disitu
juga kita bisa menemukan tujuan dari penumbuhan dan pengembangan korporasi
petani, antara lain: (1) meningkatkan kapasitas petani dan kelembagaan petani;
(2) memperkuat sistem usaha tani; (3) mendorong adopsi inovasi ilmu pengetahuan
dan teknologi pertanian yang maju, mandiri dan modern; (4) memperkuat kapasitas
petani dalam mengakses informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, prasarana,
sarana, pembiayaan, pengolahan dan pemasaran; (5) meningkatkan daya saing
usaha, komoditas, dan wilayah pertanian; (6) meningkatkan nilai tambah hasil
pertanian; dan (7) meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani.
Tanya: Kalau
begitu, apakah sama korporasi dengan Corporate Farming ?
Jawab: ohh…sangat
beda Bro. corporate farming itu bermain di onfarm sedangkan korporasi bermain di off farm. Jadi
maksudnya begini, ketika korporasi ada, ia tidak mengganggu gugat urusan petani
di lahan. Petani silakan mau mengerjakan apa di lahannya, mau melakukan
pembibitan, mencangkul, menanam, memangkas menyemprot, panen, jual, silahkan
karena itu adalah urusan petani. Perlu dicatat korporasi melayani petani.
Korporasi adalah wujud dari mimpi petani selama ini, mimpi yang rutin setiap malam mendatangi
petani adalah bagaimana caranya dapatkan bibit yang berkualitas dan tepat
waktu, bagaimana bisa dapat pupuk murah, bagaimana setelah panen harga jual
tinggi dan tidak dipermainkan tengkulak.
Konkritnya,
jika agribisnis kita bagi tiga yakni input, proses, dan output, maka petani di
proses sedangkan korporasi bermain di input dan output yaitu menyediakan bibit
dan pupuk yang berkualitas dan murah serta membeli hasil petani dengan harga yang
layak. Jika demikian, betapa indahnya niat korporasi dan tentu tidak akan ada
petani yang menolak untuk bekerja dan berusaha tani secara berjamaah.
Tanya:
Berarti dalam hal ini untuk pengembangan korporasi petani sesuai yang
diharapkan harus ada mitra dong?
Jawab: Ya,
harus. Karena upaya pengembangan korporasi petani harus melihat terlebih dahulu
atau perlu dilakukan identifikasi pasar, apakah mitra atau saluran pemasaran
yang menjamin produk kita tersedia dan diterima. Itu sebabnya dalam mengawal
korporasi petani juga diperlukan generasi millenial yang responsif terhadap
teknologi dan sense of bussiness sehingga roda korporasi bisa berjalan sesuai
yang diharapkan.
Tanya:
Pendekatan apa yang dipakai untuk mengkorporasikan petani? Bukankah mengajak
orang bersatu (petani) dalam sebuah kelembagaan tidak sesederhana yang kita
bayangkan?
Jawab:
Pertanyaan ini mirip dengan yang disampaikan oleh Kepala Pusat Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian Kementan Sudi Mardianto ketika dalam rapat terbatas, Presiden
Jokowi menanyakan kapan realisasi korporasi petani ini bisa terwujud setelah
bertahun-tahun tak kunjung terlaksana. Menurut Sudi Mardianto, penyebab
lambatnya realisasi pembentukan korporasi petani adalah karena tidak mudah
mengajak petani beradaptasi dalam manajemen korporasi (Sumber: detikcom,
Selasa (6/10/2020). Pertanyaan tersebut sungguh akan terjawab bila ada political
will dari pihak yang diberi tanggung jawab untuk meneropong secara detil
Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) yang dapat menjadi cikal bakal terealisasinya
korporasi petani yang menjadi pertanyaan Presiden Jokowi.
Pada
dasarnya Kementan RI tahun 2018 telah mengembangkan pilot project
kawasan pertanian berbasis korporasi petani di beberapa lokasi salah satunya di
kabupaten Kolaka Timur dengan komoditi kakao. Namun, entah mengapa daerah yang
telah menjadi pilot project ini kurang mendapat perhatian sebagai upaya
merealisasi apa yang menjadi keinginan mulia dari Presiden Jokowi. Padahal di
kabupaten Kolaka Timur terdapat kelembagaan ekonomi petani yang dapat
mempelopori lahirnya korporasi petani dimana keanggotaannya berdasarkan
pendekatan warga/kepala keluarga.
Tanya: Oh
ya? Apa Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) yang dimaksud sehingga bisa
berkesimpulan kelembagaan tersebut dapat mempelopori lahirnya korporasi petani?
Jawab: Hhmm…?
Pertanyaan yang menarik, bahwa Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) yang kami
maksud adalah Lembaga Ekonomi Masyarakat disingkat LEM dan kenapa kami
berkesimpulan bahwa LEM dapat mempelopori lahirnya korporasi petani? Mari
dengan hati dan kepala dingin kita melepaskan bingkai-bingkai dalam pikiran
kita namun dengan satu pendekatan atau bingkai yang sama tanpa mempersoalkan
nama LEM dan siapa penggagasnya, akan tetapi kita mengacu pada pengertian
korporasi petani berdasarkan Permentan Nomor 18 tahun 2018, BAB I Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa Korporasi Petani adalah Kelembagaan
Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan
sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani. Nah, Lembaga Ekonomi
Masyarakat di Kolaka Timur dan 11 kabupaten lain di Sultra pada prinsipnya
telah memenuhi unsur pasal 1 ayat 2 dari Permentan Nomor 18 tahun 2018. Mari kita breakdown..! LEM hanyalah sebuah
nama, namun ia pada dasarnya Kelembagaan Ekonomi Petani yang telah berbadan hukum
koperasi dengan naman Koperasi LEM Kabupaten Kolaka Timur dan beranggotakan 23
LEM di tingkat desa. Kemudian di Permentan tersebut dikatakan sebagian besar
kepemilikan modal dimiliki oleh petani, maka dapat kami katakan di Lembaga
Ekonomi Masyarakat modal bukan sebagian besar lagi dimiliki oleh petani akan
tetapi seluruhnya atau 100 persen modal diadakan secara swadaya oleh petani dan
atau warga desa yang tergabung dalam LEM tingkat desa sebesar satu juta rupiah
per kepala keluarga. Jadi sudah sangat jelas bahwa Kelembagaan Ekonomi Petani di
Sultra (LEM) telah memenuhi unsur pasal 1 ayat 2 dari Permentan Nomor 18
tahun 2018.
Jika
diatas kita menggunakan pendekatan konseptual dengan mengacu pada Permentan Nomor 18 tahun 2018 tentang alasan
mengapa LEM bisa menjadi pelopor lahirnya korporasi petani, maka secara teknis
LEM juga dapat menjadi pelopor lahirnya korporasi petani.
Mari
kita merujuk pada 7 Prinsip Dasar Korporasi Petani yang tertuang
dalam Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani di Kawasan Pertanian
yang diterbitkan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian RI, antara lain: (1)
Gotong royong. Korporasi petani diselenggarakan dengan nilai-nilai dan
semangat tolong menolong dan kemitraan antar para pihak. Prinsip ini sejalan
dengan yang ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat dimana kegotong royongan tidak
saja dalam aktivitas bisnis seperti yang terjadi pada tahun 2012 saat mereka
bermitra dengan pembeli biji kakao PT. Bumi Tangerang, mereka bahu membahu
mengumpulkan biji kakao di setiap desa untuk memenuhi permintaan mitra, namun
dalam kehidupan sosial kegotong-royongan tetap terpelihara misalnya ketika ada
anggotanya yang tertimpa musibah, anggota lain turut bersimpatik dengan
mengulurkan bantuan dan hal ini juga telah diatur dalam AD/ART Lembaga.
(2) Keadilan
rakyat. Korporasi petani diselenggarakan untuk sebesar-besarnya bagi
peningkatan kesejahteraan petani dengan mengutamakan mereka yang kurang
sejahtera atau berpendapatan rendah secara adil dan merata. Di Lembaga Ekonomi
Masyarakat, prinsip ini diaktulisasikan dalam bentuk pembagian Sisa Hasil Usaha
(SHU) secara adil dan proporsional berdasarkan perhitungan berbasis
komputerisasi. Meski demikian, kami tidak mengatakan bahwa dengan pembagian SHU
tersebut telah terjadi peningkatan kesejahteraan karena hal tersebut juga
dipengaruhi oleh variabel lain. Tapi paling tidak, prinsip keadilan telah
dijalankan di Lembaga Ekonomi Masyarakat.
(3)
Kemandirian. Korporasi petani diselenggarakan untuk
mewujudkan rumah tangga tani yang berdaulat dan mampu meningkatkan
kesejahteraan rumah tangganya dengan kekuatan sendiri. Prinsip ini sudah
sejalan dengan visi Lembaga Ekonomi
Masyarakat, yakni terwujudnya petani yang mandiri dan berdaya saing. Secara
teknis prinsip ini telah dibuktikan dengan tidak diterimanya tawaran pinjaman
dari salah satu bank di Sultra yang mana oleh pengurus melihat bahwa besarnya
pinjaman yang ditawarkan tidak akan memberikan multiplayer efek terhadap
aktivitas usaha mereka. Kondisi ini sangat jarang ditemukan dimana petani
secara transparan menolak tawaran pinjaman. Keadaan ini sekaligus juga
mengindikasikan bargaining position petani sudah mulai ditunjukkan.
(4) Layak
secara ekonomi. Korporasi petani dibangun agar layak
secara finansial dari segi usaha serta meningkatkan nilai tambah ekonomi dan
daya saing pertanian wilayah. Prinsip ini sudah sejalan dengan sistim yang ada
di Lembaga Ekonomi Masyarakat sebagaimana telah diterangkan pada poin
sebelumnya ketika secara ekonomi tidak layak atau kurang menguntungkan mereka
dengan tegas menolak.
(5)
Profesionalisme. Korporasi petani dikelola oleh petani secara
profesionalisme dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen modern. Prinsip ini
sudah sejalan dengan prinsip yang dibangun oleh Lembaga Ekonomi Masyarakat. Hal
ini dapat dibuktikan administrasi dan pengelolaan keuangan yang menjadi potensi
utama terjadinya konflik antar pengurus dan anggota telah diantisipasi sedini
mungkin melalui sistem pelaporan keuangan berbasis komputerisasi sesuai
standart perbankan. Pengurusnya dilatih agar secara profesional dapat
mengoperasikan sistem pelaporan berbasis komputer yang nantinya laporan akan
disampaikan pengurus pada saat pelaksanaan RAT. Bahkan beberapa pengurusnya
telah menjadi fasilitator yang bertugas memfasilitasi pelatihan administrasi
dan pelaporan keuangan berbasis komputer.
(6)
Inovasi teknologi. Korporasi petani dibangun berbasis ilmu dan
teknologi modern. Prinsip ini secara bertahap mulai dijalankan di Lembaga
Ekonomi Masyarakat, hal ini dapat dilihat dengan adanya pembuatan pupuk organik
dengan semangat kegotong royongan dapat memproduksi pupuk organik setidaknya
untuk memenuhi kebetuhan petaninya.
(7)
Berkelanjutan. Korporasi petani dibangun berdasarkan prinsip
layak secara ekonomi, diterima secara sosial, dan ramah lingkungan. Prinsip
berkelanjutan menjadi hal yang diutamakan di Lembaga Ekonomi Masyarakat. Hal
ini dibuktikan ada atau tidak adanya program/kegiatan dari pemerintah, baik
pusat maupun daerah keberadaan lembaga ini tetap jalan. Perlu dicatat bahwa
salah satu alasan kuat mengapa kelembagaan ini difasilitasi karena berdasarkan
pengalaman, tidak sedikit kelembagaan yang dibentuk hanya pada saat akan
menerima proyek/kegiatan/program namun setelah program atau proyek berakhir
maka kelembagaan tersebut pun ikut menghilang. Itu sebabnya diawal proses
fasilitasi pendiriannya hal utama yang menjadi penekanan adalah lembaga harus
berkelanjutan.
Nah,
dari 7 Prinsip Dasar korporasi petani yang tertuang dalam Pedoman Penumbuhan
dan Pengembangan Korporasi Petani, semuanya telah ada di Lembaga Ekonomi
Masyarakat namun ada prinsip yang ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat tapi belum
ada di prinsip dasar korporasi petani. Padahal prinsip ini sangat penting agar
senapas dengan definisi korporasi petani yang tertuang dalam Permentan Nomor 18
tahun 2018, yakni “…sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani.”
Unsur ini dapat dimaknai berupa prinsip keswadayaan dimana telah
menjadi ciri khas Lembaga Ekonomi Masyarakat mengajak warga untuk berinvestasi
secara swadaya sebesar satu juta rupiah per KK.
Hal
lain yang menjadi pertimbangan mengapa Lembaga Ekonomi Masyarakat dapat menjadi
pelopor lahirnya korporasi petani yang ideal sesuai harapan Presiden Jokowi
karena Lembaga Ekonomi Masyarakat menganut prinsip asas demokrasi, dimana proses pemlihan
pengurusnya dilakukan secara transparan dihadapan rapat anggota yang dihadiri
oleh warga desa setempat layaknya pemilihan kepala desa.
Oleh
karenanya, jika kita benar-benar ingin mewujudkan apa yang menjadi harapan
Presiden Jokowi dan juga menjadikan korporasi petani ini sebagai cita-cita
bersama mewujudkan petani sejahtera, mandiri dan berdaya saing maka diperlukan
Kelembagaan Ekonomi Petani yang memiliki prinsip-prinsip dasar korporasi petani
sebagaimana telah diterangkan diatas. Jadi, titik kritiknya adalah apapun nama kelembagaan
ekonomi petani, mau ia namanya Poktan, Gapoktan, BUMP, LEM bukan
menjadi persoalan untuk mempelopori lahirnya sebuah sistem korporasi petani,
intinya kelembagaan itu nantinya diharapkan dapat mengorkestra korporasi
petani yang kita harapkan bersama.
Tanya:
Apakah 7 Prinsip Dasar korporasi petani yang tertuang dalam Pedoman Penumbuhan
dan Pengembangan Korporasi Petani di Kawasan Pertanian sudah semua dijalankan
oleh Lembaga Ekonomi Masyarakat?
Jawab: Loh..,
kan sudah dijelaskan diatas, bahwa dari 7
Prinsip Dasar korporasi petani yang tertuang dalam Pedoman Penumbuhan dan
Pengembangan Korporasi Petani, semuanya telah ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat
namun ada beberapa prinsip yang ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat tapi belum
ada di prinsip dasar korporasi petani.
Tanya:
Maksudnya gini, apakah semua LEM di Sultra yang telah terbentuk sudah berjalan
baik sesuai yang diharapkan sehingga yakin dan optimis lembaga ini dapat
menjadi pelopor lahirnya korporasi petani?
Jawab: Ohh…,
kalau pertanyaanya sudah berjalan baik sesuai yang diharapkan tentu belum bisa
dikatakan seperti itu. Karena masih perlu terus dilakukan pembinaan dan
pendampingan. Nah, pendampingan disini
terkadang kita terlalu menyederhanakan, hanya sebatas pendampingan pelaksanaan kegiatan
tapi tidak pernah terpikirkan bagaimana melakukan pendampingan sampai pada
proses pemasaran. Artinya, kita diharapkan mampu mengedukasi dan mendampingi
bahkan memfasilitasi pasar atau mitra sebagai proses akhir dari suatu aktivitas
usaha yang dijalankan petani/kelompok. Dengan begitu produk yang dihasilkan
petani menjadi terjamin karena adanya ketersediaan pasar tadi.
Untuk
itulah diperlukan identifikasi dan pemetaan kelas kemampuan LEM agar pola
pembinaan lebih fokus dan tepat sasaran. Jadi nantinya ada great atau kategori
kelas kemampuan LEM sehingga nantinya ada treatment atau perlakuan pola pembinaan dan
pendampingan antar LEM yang satu dengan lainnya disesuaikan dengan karakteristik potensi dan permasalahan yang
ada di kelembagaannya. Misalnya, kelas kemampuan LEM kategori A tentu tidak
sama pembinaan dan pendampingan serta dukungan fasilitas yang diberikan dengan
LEM kategori B, C atau D.
Tapi,
balik ke pertanyaan diatas bahwa mengapa begitu optimis lembaga ini dapat
menjadi pelopor lahirnya korporasi petani, ya karena 7 Prinsip Dasar korporasi
petani yang tertuang dalam Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi
Petani, semuanya telah ada di Lembaga Ekonomi Masyarakat. Bukankah prinsip itu
adalah sesuatu yang mendasar? Nah, kalau sesuatu yang mendasar telah terpenuhi
lalu apa lagi yang menjadi keraguan? Silahkan renungkan…?
Yang
pasti apa yang menjadi penyebab lambatnya realisasi pembentukan korporasi
petani karena tidak mudah mengajak petani untuk berkorporasi seperti yang
disampaikan Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementan melalui Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) hal itu dapat diatasi. Tapi perlu dicatat ya, bahwa nama LEM bukan
menjadi keharusan, tapi ia hanya menjadi trigger agar terwujudnya korporasi
petani. Sekali lagi mau namanya apa bukan jadi persoalan tapi bagaimana prinsip-prinsip korporoasi yang telah ditetapkan Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Korporasi Petani dapat dijiwai oleh kelembagaan ekonomi petani yang telah ada, disitu poinnya..!
Tanya: Dari
uraian-uraian diatas, saya kok tidak menemukan “Misteri” dari Korporasi Petani
sehingga perlu diungkap?
Jawab: Ya,memang
TIDAK ADA MISTERI kok hehehe…, misteri itu kan identik dengan sesuatu
yang MENGERIKAN. Nah, apa yang mengerikan dari korporasi petani? Tidak ada kan,
justru Korporasi petani ini adalah upaya luhur nan mulia dari Pemerintah
bagaimana memikirkan petani bisa lebih sejahtera dan Pertanian Indonesia bisa
lebih maju mandiri dan berdaya saing.
Jadi
penggunaan kata misteri pada judul diatas, sekali lagi hanyalah hanya pemanis
yang sengaja dibuat. Bila efek kejut terjadi ia pasti akan membaca sampai akhir
karena ingin memastikan dengan benar, apa dan dimana sih misteri korporasi petani
dimaksud? Tapi bila efek kejutnya sudah tidak berfungsi, mungkin ia akan lebih
memilih nonton sinetron atau baca komik.
Sekian
dan terima kasih, sampai jumpa di misteri berikutnya hehehe…!!
0 Response to "Menguak “Misteri” Korporasi Petani: Sebuah Tinjauan Analisis"
Komentar baru tidak diizinkan.