“Sikkato” Dari Sultra Untuk Ketahanan Pangan Nasional
by Arwin (Mahasiswa Program Pascasarjana S3 Universitas Halu Oleo) |
Sulawesi Tenggara memiliki kekayaan budaya yang melimpah, tak terkecuali dalam bidang kuliner atau pangan lokal. Kekayaan pangan lokal di daerah ini antara lain dari jenis buah, tanaman pangan, dan makanan olahan. Satu di antara panganan asli Sulawesi Tenggara adalah “SIKKATO”.
SIKKATO merupakan makanan tradisional Sulawesi Tenggara. SIKKATO akronim
dari Sinonggi Kasuami Kambuse Kabuto. Bahan baku Sinonggi
dari sagu, dimana pangan lokal ini diperkenalkan oleh masyarakat etnis Tolaki
dan Mekongga. Sementara kasuami bahan bakunya dari ubi kayu yang diperkenalkan
oleh masyarakat Buton dan Wakatobi. Sedangkan kambuse dan kabuto diperkenalkan
oleh masyarakat etnis Muna. Kambuse terbuat dari bahan baku jagung,
sementara kabuto dari ubi kayu.
SIKKATO pada dasarnya sudah bukan hal asing bagi sebagian orang di
luar Sultra. Saat Hari
Pangan Sedunia (HPS) ke-39 beberapa tahun lalu yang berlangsung di kota
Kendari, jamuan makanan tradisional sinonggi, kasuami, kambuse, kabuto
turut diperkenalkan kepada para tamu undangan dan peserta yang ikut dalam
kegiatan tersebut. Bahkan, beberapa waktu lalu, sinonggi menjadi pemberitaan
media sebab Aurel anak dari Anang Hermansyah yang merupakan salah artis
Indonesia juga menikmati pangan lokal sinonggi.
Peristiwa dan realitas sosial di atas tampaknya semakin mempertegas
hasil penelitian yang dilakukan Musadar, U. Rianse, W. Widiyati dan W.
Gusmiarti (2015) bahwa sinonggi tidak saja dikonsumsi oleh masyarakat
lokal, namun dikonsumsi juga oleh etnis di luar Sulawesi Tenggara, antara lain Sulawesi
Selatan, Jawa, Bali, Sumatera, NTT, dll dengan frekuensi konsumsi tinggi
sebagai variasi makanan mereka[1].
Riset dan kajian tentang SIKKATO sudah banyak dilakukan oleh
kalangan Perguruan Tinggi. Hal ini dapat dimaknai bahwa SIKKATO memiliki
potensi yang layak untuk dikembangkan, baik sebagai kuliner tradisional maupun
sebagai upaya untuk mendukung ketahanan pangan.
Abidin, dkk (2013) mengatakan bahwa pengembangan pangan lokal
sangat penting terkait dengan ketahanan pangan di suatu wilayah terutama di
wilayah kepulauan[2]. Sagu,
jagung dan ubi kayu merupakan pangan lokal yang dapat berkontribusi sebagai
penyangga ketahanan pangan. Terkait hal ini, pengembangan SIKKATO sudah semestinya
menjadi perhatian kita bersama.
Pengembangan SIKKATO membutuhkan dukungan semua pihak. Untuk itu,
ada tiga langkah strategis penting perlu diupayakan agar SIKKATO terus
berkembang dan menjadi andalan pangan lokal Sulawesi Tenggara yang dapat
mendukung ketahanan pangan.
Pertama, memperkuat eksistensi SIKKATO sebagai pangan
lokal Sultra. SIKKATO jangan sampai menjadi asing di daerah sendiri. Inovasi
produk SIKKATO penting untuk terus dikembangkan. Peraturan Walikota Kendari Nomor
15 tahun 2010 tentang Aksi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumberdaya Lokal dan dipertegas dengan instruksi Walikota Kendari nomor
520/7241/2011 kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Kendari agar pada
setiap kegiatan menyuguhkan atau menyajikan makanan SIKKATO patut diapresiasi
dan hal positif tersebut hendaknya diikuti pula oleh Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara dan sektor swasta.
Gambar dari berbagai sumber |
Untuk mengembangkan pangan lokal SIKKATO, pemerintah juga mesti
meningkatkan persepsi masyarakat dengan berbagai kegiatan seperti sosialisasi,
promosi dan penyebarluasan informasi melalui media cetak, televisi dan media
online tentang SIKKATO secara masif, meliputi cara pengolahan, cara penyajian,
kandungan zat gizi dan manfaat bagi tubuh serta cara penyimpannya.
Dalam rangka memperkuat eksistensi SIKKATO, hal lain yang perlu
dilakukan adalah edukasi dimulai dalam keluarga untuk menyukai dan bangga
terhadap SIKKATO sebagai pangan lokal Sulawesi Tenggara. Ini penting, karena di
era globalisasasi saat ini, pangan lokal SIKKATO muncul berdampingan dengan
makanan modern produk negara lain diantaranya Kentucky Fried Chicken, MC
Donald, Pizza Hut dan sebagainya. Makanan-makanan tersebut dianggap makanan
bergengsi dan berstatus sosial tinggi. Tentunya, kita tidak ingn anak generasi
kita lebih menyukai makanan produk negara lain ketimbang makanan lokal yang
khas dengan budaya sendiri.
Kedua,
mengembangkan kualitas dan sajian SIKKATO agar layak di konsumsi oleh seluruh
lapisan masyarakat. Olahan, sajian dan cita rasanya dapat disesuaikan dengan
keinginan konsumen. Langkah ini dapat dilakukan dengan bersinergi lintas
sektor, antara lain sektor pariwisata, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Ketiga,
pemerintah penting menjamin ketersediaan bahan baku SIKKATO melalui kegiatan
intensifikasi. Selain itu, pemerintah juga penting memfasilitasi permasalahan
yang dialami petani, baik itu berupa saprodi, akses permodalan, teknologi dan
informasi pasar. Pemerintah penting untuk memastikan jaminan harga sehingga
petani tetap bergairah dalam mengusahakan tanaman pangan lokal (sagu, jagung
dan ubi kayu/singkong) untuk bahan baku SIKKATO.
Kekayaan pangan lokal di wilayah ini harus digarap dengan sungguh-sungguh melalui pendekatan serta strategi yang telah dikemukakan di atas. Pangan lokal SIKKATO bisa diperankan sebagai benteng pengaman dalam melindungi pasokan pangan dikala terjadi guncangan terhadap ketersediaan pangan. Selain itu, SIKKATO juga dapat menjadi "benteng pengaman" ketika pasar tidak dapat melayani kebutuhan pangan masyarakat dengan baik akibat dari adanya musibah ataupun terganggunya akses ekonomi karena kenaikan harga. Sebagai warga Sultra, meyakini bahwa panganan lokal SIKKATO bisa dan sangat dimungkinkan untuk menjadi pendukung ketahanan pangan nasional.
[1] Musadar, U.
Rianse, W. Widiyanti dan W. Gusmiarti, 2013. Pattern and Determined Factors
of Local Foods Consumption of SIKKATO in Kendari City Southeast Sulawesi.
Jurnal, International Journal of Science and Research (IJSR)
[2] Abidin Z., S.
Bananiek, S. dan Muh. Taufiq R. 2013. Profil Kemandirian Pangan Pulau-Pulau
Kecil di Sulawesi
Tenggara. IAARD Press. Jakarta
0 Response to "“Sikkato” Dari Sultra Untuk Ketahanan Pangan Nasional"
Komentar baru tidak diizinkan.